Filosofi Teras

Filosofi Teras

Marcus aurelius membangun jiwanya seperti benteng yang kokoh. Mengikuti Epiktetos (seorang budak romawi), ia selalu berlatih memilah “ apa yang tergantung padaku dan apa yang tak tergantung padaku” supaya terhindarkan dari penyakit jiwa (yaitu emosi-emosi negatif).

Bagi para anti filsafat yunani dan hellenistik, ajaran platonisme, aristotelianisme, sinisme, epikurisme, dan filsafat stoa sering disebut sebagai aliran-aliran yang mengajarkan jalan hidup. Mereka memang aliran filsafat tetapi bukan dalam arti cara berpikir ruwet  dan menjelimet serta tidak relevan dengan hidup sehari-hari.

Sebuat metode psikologi yang populer bernama “terapi kognitif”. ajaran ini mendapatkan inspirasi dari Buddha dan epiktetos. Inti dari terapi kognitif menyatakan bahwa segala emosi yang mengganggu kita sebenarnya berasal dari cara penilaian ayng salah. Cara berpikir tertentu menjadi penyebab munculnya simtom-simtom yang mengganggu. Cara pandang kita yang keliru atas kejadian dalam hidup menyebabkan kita stres, gelisah, depresi atau marah-marah tanpa alasan yang jelas.

Filsafat stoa mengusung kebahagiaan yang tidak lazim. Mereka mengatakannya sebagai ataraxia, sebuah kata yunani yang akarnya dari ataraktos. Ataraxia dengan demikian berarti not troubled. Kebahagiaan yang kita bayangkan sebagai jiwa yang tenang dan damai, digambarkan oleh kaum stoa sebagai situasi negatif, yaitu “tiadanya gangguan” bahagia adalah saat kita tidak terganggu.

Filsafat adalah praktik dan latihan, sebuah seni hidup. Epiktetos dalam enchiridion 46 mengingatkan “Never call yourself a philosoper, nor talk a great deal among the unlearned about theorems, but act conformably to them.

Apa yang disebut emosi negatif (passion) berbeda dengan hasrat (desire) yang oleh kaum stoa dianggap sebagai alamiah dan netral belaka. Hasrat adalah impuls/dorongan meraih tertentu, dan hasrat selalu mengandung mengandung di dalam aktivitas representasi terhadap objek yang dihasrati, dimana representasi tersebut mau tak mau sudah memuat persetujuan rasio terhadap value judgement dalam representasi itu sendiri. Bila hasrat tidak terpenuhi, kita jatuh dalam emosi negatif.

Orang yang selalu mencari senang-senang dalam hidupnya adalah orang yang merana manakala terlalu banyak waktu luang.

Kunci kebahagiaan bagi stoa adalah manakala kita terhindar dari nafsu-nafsu ga jelas, kecanduan pada sesuatu, angkara murka, kehilangan kendali, dendam kesumat, kecemasan yang obsesif, rasa kesal berlebih-lebihan yang bisa dirangkum dalam empat jenis emosi negatif: iri hati, takut, rasa sesal  atau pahit, dan rasa senang-nikmat.

Belajar dari filsafat stoa, kita justru diajak untuk selalu bersyukur: bahwa saat ini hidupku oke-oke saja, aku tidak stres akita hoax dan aku tidak down akibat bullying kaum haters. hari ini juga negaraku indonesia masih memberiku rezeki, kebebasan, kenyamanan, dan persaudaraan dengan kaum haters yang ignorant. saat ini alam semesta masih memberiku oksigen untuk hidup, alam semesta juga menyediakan kaum haters bagiku supaya aku bisa berlatih menguji kesabaran dan keramahanku.

Survei khawatir nasional

Kekhawatiran adalah sesuatu yang bisa dan seharusnya dikurangi, karena menimbulkan banyak “biaya”. Apa saja “biaya” dari kekhawatiran?

  • Menghabiskan energi pikiran.
  • Menghabiskan waktu dan juga uang.
  • Mengganggu kesehatan tubuh.

Stres karena hutang itu persepsi negatif. Ketika ada persepsi negatif, otak harus bekerja keras untuk beradaptasi dengan persepsi negatif itu.

Coba kenali sumber stresnya. Kalau kita merasa sedang berada alam sebuah keadaan, kenali kenapa. Kalau kita bisa mengenali sumbernya, kita bisa melawannya. Catat hal hal dalam hidup yang bisa atau pernah membuat kita bahagia.

Sebuah filosofi yang realistis

Positive Thinking “menipu” pikiran kita, beranggapan seolah-olah kita “sudah” mencapai apa yang kita inginkan, sehingga melemahkan keuletan kita dalam berusaha mencapainya. Namun, sebaliknya, sekadar menyuruh orang berpikir realistis saja juga tidak memberikan hasil yang lebih baik.

Positive tinking justru bisa menyebabkan sebagian orang merasa depresi saat gagal, karena secara implisit “menyalahkan” diri sendiri jika mereka tidak merasa bahagia.

Beberapa orang justru memberi respons lebih baik terhadap peristiwa negatif, sebuah sikap yang disebutnya sebagai “pesimisme defensi” Penelitiannya menunjukkan bahwa dengan mengantisipasi hal hal yang di luar rencana, orang orang ini justru mengurangi kekhawatiran mereka.

Yang terutama ingin dicapai oleh stoisisme adalah:

  • Hidup bebas dari emosi negatif (sedih, marah, cemburu, curiga, baper, dan lain lain), mendapatkan hidup yang tenteram. Ketenteraman ini hanya bisa diperoleh dengan memfokuskan diri pada hal hal yang bisa kita kendalikan.
  • Hidup mengasah kebajikan (virtues. Terjemahan lain : “keutamaan”). Ada empat kebajikan utama menurut stoisisme:
  • Kebijakan (wisdom) : kemampuan mengambil keputusan terbaik di dalam situasi apa pun.
  • Keadilan (justice) : memperlakukan orang lain dengan adil dan jujur.
  • Keberanian (courage) : keberanian berbuat yang benar, berpegang pada prinsip yang benar.
  • Menahan diri (temperance) : disiplin, kesederhanaan, kepantasan dan kontrol diri ( atas nafsu dan emosi).
Menjalankan sifat dan esensi dasar kita dengan sebaik mungkin, dengan cara sehat dan terpuji. Donald Robertson

Mengapa stoisisme tetap relevan di masa kini:

  • Stoisisme ditulis untuk menghadapi masa sulit.
  • Stoisisme dibuat untuk globalisasi.
  • Stoisisme adalah filsafat kepemimpinan.

Hidup selaras dengan alam

Dikotomi Kendali

Some things are up to us, some things are not up to us. Epictetus

Stoisisme mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati hanya bisa datan dari hal hal yang ada di bawah kendali kita. Dengan kata lain, kebahagiaan sejati hanya bisa datan dari dalam. Sebaliknya kita tidak bisa menggantungkan kebahagiaan dan kedamaian sejati kepada hal hal yang tidak bisa kita kendalikan. Menggantungkan kebahagiaan pada hal hal yang tidak bisa kita kendalikan, seperti perlakuan orang lain, opini orang lain, status dan popularitas, kekayaan dan lainnya adalah tidak rasional.

“Keberanian” dan “Menahan diri” adalah dua dari empat keutamaan dalam filosofi teras yang cocok untuk menghadapi hal hal di luar kendali.

Dalam situasi yang paling menyakitkan dan tidak manusiawi, hidup masih bisa memiliki makna, dan karenanya, penderitaan pun dapat bermakna. Kita tidak bisa memilih situasi hidup setiap saat, tetapi kita selalu bisa menentukan sikap (attitude) kita atas situasi yang sedang dialami.

Kamu memiliki kendali atas pikiranmu, bukan kejadian-kejadian di luar sana. Sadari ini dan kamu akan menemukan kekuatan. - Marcus Aurelius (meditations)
Jika seseorang bisa membuktikan kekeliruan saya dan menunjukkan kesalahan pikiran dan tindakan saya, saya dengan senang hati akan berubah. Saya mencari kebenaran yang tidak pernah melukai siapa pun. Yang celaka adalah terus-menerus menipu diri sendiri dan tetap bodoh - Marcus Aurelius (meditations)

Mengendalikan interpretasi dan persepsi

It is not things that trouble us, but our judgement about things.” - Epictetus

Dalam filosofi teras, dipisahkan antara apa yang bisa ditangkap oleh indra kita (impression) dan interpretasi/makna atas apa yang kita lihat dan dengar tersebut (representation). Kita sering kali gagal memisahkan keduanya. Kita seketika memberikan interpretasi/penilaian (value judgement) dan pemaknaan atas sebuah peristiwa yang dialami. Peristiwa itu sendiri hampir selalu netral, tetapi kemudian menjadi “positif” atau “negatif” karena interpretasi dan makna yang kita berikan.

Kita bukanlah sekosi kecil tak berdayung dan tak berlayar yang pasrah digoyang ke sana kemari saat diterjang badai kehidupan. Kita bukanlah makhluk pasif yang dibawa senang, sedih dan marah oleh hal hal eksternal. Sebaliknya, perasaan kita datang dari pendapat dan persepsi yang sepenuhnya dibawah kendali kita. Kita bisa aktif menentukan respons kita terhadap peristiwa peristiwa di dalam hidup kita.

S-T-A-R (stop, think, assess, respond)

  • Stop - Begitu kita merasakan emosi negatif secara sadar kita harus berhenti dulu. Cara ini bisa mulai dilatih di semua emosi negatif begitu mulai terdeteksi, seperti takut, khawatir, marah, cemburu, curiga, stres, sedih, frustrasi dll.
  • Think & assess - Sesudah memaksakan diri untuk berpikir secara rasional, kita bisa aktif berpikir. Mulailah menilai (assess). Apakah emosi saya ini terjadi karena sesuatu yang di dalam kendali saya atau di luar kendali saya?
  • Respond - sesudah kita menggunakan nalar, berupaya untuk rasional dalam mengamati situasi, barulah kita memikirkan respons apa yang akan kita berikan. Respons bisa dalam bentuk ucapan atau tindakan.
Jagalah senantiasa persepsimu, karena ia bukan hal yang sepele, tetapi merupakan kehormatan, kepercayaan, ketekunan, kedamaian, kebebasan dari kesakitan dan ketakutan, dengan kata lain persepsimu adalah kemerdekaanmu - Epictetus (discourses)
Sudah saatnya kamu menyadari bahwa kamu memiliki sesuatu di dalam dirimu yang lebih kuat dan ajaib daripada hal hal yang memengaruhimu layaknya sebuah boneka” - Marcus Aurelius (meditations)

Filosofi teras membagikan beberapa pengamatan mengenai hidup untuk melawan fenomena lebay:

  • Tidak ada yang baru di dunia ini - “selalu ingat bahwa ini semua telah terjadi sebelumnya dan akan terjadi lagi. Plot yang sama dari awal hingga akhir, di panggung yang sama. Pikirkan hal ini, berdasarkan yang kamu ketahui dari pengalaman atau sejarah” - Marcus Aurelius ( meditations)
  • Perspektif dari atas. “Ketika kamu berpikir mengenai umat manusia, cobalah melihat hal hal di dunia seolah kamu melihatnya dari ketinggian” - Donald Robertson
  • Semuanya akan terlupakan. “Pada saatnya, kamu akan melupakan segalanya. Dan akan ada saatnya semua orang melupakanmu. Selalu renungkan bahwa akhirnya kamu tidak akan menjadi siapa-siapa, dan lenyap dari bumi” - Marcus Aurelius (meditations)
Pikiran yang tidak diganggu oleh emosi berkecamuk adalah sebuah benteng, tempat berlindung terkokoh bagi manusia untuk berteduh dan berlindung.” - Marcus Aurelius (meditations)

Cara paling umum untuk menghadapi ketakutan atau kecemasan adalah dengan dihadapi.

Khawatir itu seperti takut, tetapi akan sesuatu yang masih di depan. Masih nanti in the future, dan kita nggak tahu benar (akan terjadi) atau tidak.

CBT (cognitive behavioral therapy) adalah pendekatan dalam psikologi yang menggabungkan teknik cognitive therapy dan behavior therapy. Cognitive therapy percaya bahwa respons kita sumbur utamanya adalah pikiran. Kalau pendekatan behavior percaya bahwa untuk mengurangi atau meningkatnya suatu perilaku harus dengan reinforcement/punishment.

Asumsi CBT itu:

  • Perubahan pemikiran dapat mengubah perilaku
  • Perubahan perilaku juga dapat mengubah cara berpikir.

Teori Stres, ada “coping stress” cara untuk mengatasi stres. Ada dua cara, yaitu problem-focused coping and emotional-focused coping. “emotional focused coping” biasanya hanya mengatasi emosi kita.

Memperkuat Mental

Premeditatio Malorum: Sebuah “imunisasi” Mental

Pikirkanlah hal hal buruk yang mungkin terjadi.

Awali setiap hari dengan berkata pada diri sendiri: hari ini saya akan menemui gangguan, orang orang yang tidak tahu berterima kasih, hinaan, pengkhianatan, niat buruk, dan keegoisan, semua itu karena pelakunya tidak mengerti apa yang baik dan buruk. Saya tidak bisa disakiti oleh itu semua, karena tidak ada orang yang bisa menjerumuskan saya ke dalam perbuatan buruk dan saya mampu untuk tidak menjadi marah atau membenci sesama saya, karena sesungguhnya kita dilahirkan ke dunia ini untuk bekerja sama. - Marcus Aurelius

Praktik premediatatio malorum, atau sengaja memikirkan apa apa saja yang akan merusak hari kita adalah praktik untuk mengantisipasi hal hal tidak enak yang mungkin terjadi. Jika sesuatu berubah dari tidak terduga menjadi bisa diantisipasi saat kejadian tersebut akhirnya benar benar terjadi, efek tidak enaknya akan jauh berkurang.

Musibah terasa lebih berat jika datang tanpa disangka dan selalu terasa lebih menyakitkan. Karenanya, tidak ada sesuatu pun yang boleh terjadi tanpa kita sangka sanka. Pikiran kita harus selalu memikirkan semua kemungkinan, dan tidak hanya situasi normal. Karena adakah sesuatu pun di dunia yang tidak bisa dijungkirbalikkan oleh nasib. - seneca (moral letters)
Ketika saya melihat seseorang yang gelisah, saya bertanya-tanya, apa sih yang ia inginkan? Jika seseorang tidak menginginkan sesuatu yang diluar kendalinya, mengapa mereka harus merasa gelisah? - Epictetus (discourses)

Untuk memiliki mental yang lebih kuat yaitu tidak membesar besarkan masalah dan segera fokus pada apa yang bisa dilakukan.

Tingkat perhatian kita harus sebanding dengan objek perhatian kita. Sebaiknya kamu tidak memberikan kepada hal hal remeh waktu lebih banyak dari selayaknya - Marcus Aurelius (meditation)
Jangan menuntut peristiwa terjadi sesuai keinginanmu, tetapi justru inginkan agar hidup terjadi seperti apa adanya, dan langkah (hidupmu) akan baik adanya - epictetus (discourses)

Jangan memipikan sesuatu yang kamu gak punya, tapi reflect the greatest blessing that you have, Expect everything.

Hidup di antara orang yang menyebalkan

Kamu salah jika kamu melakukan kebaikan pada orang dan berharap dibalas, dan tidak melihat perbuatan baik itu sendiri sudah menjadi upahmu. Apa yang kamu harapkan dari membantu seseorang? Tidakkah cukup bahwa kamu sudah melakukan yang dituntut Alam? Kamu ingin diupah juga? Itu bagaikan mata menuntut imbalan karena sudah melihat, atau kaki meminta imbalan karena sudah melangkah. Memang sudah itu rancangan mereka… begitu juga kita manusia diciptakan untuk membantu sesama. Dan ketika kita membantu sesama, kita melakukan apa yang sesuai dengan rancangan kita. Kita lmelakukan fungsi kita” - Marcus Aurelius (Meditation)

Saat kita mulai merasa akan terprovokasi karena perlakuan jahat atau tidak adil dari orang lain, ingatlah kata kata frederic douglass. Tidak ada seorang pun yang bisa merendahkan jiwa orang lain, dan, mungkin, mereka yang berlaku jahat kepada kitalah yang patut dikasihani.

Baper itu sumber segala masalah. Karena baper dimulai dari persepsi kita sendiri atas sebuah peristiwa (impression) yang sering kali tidak dianalisis dahulu, dan karenanya bisa keliru. Kalau pun benar, tetap saja tidak berguna.

Sutradara legendaris dari jepang Akira Kurosawa dikenal dengan ujarannya, “I can’t afford to hate anyone. I don’t have that kind of time” hanya kita yang “kurang kerjaan” yang memiliki waktu untuk membenci dan mendengki pada orang lain. Jika kita punya kesibukan dan keasikan sendiri, niscaya kita tidak punya cukup waktu untuk membenci dan nyinyir pada orang lain. Jadi, lain kali kita mulai merasakan keinginan jahat untuk menjatuhkan orang lain, mungkin kita harus cepat cepat berpikir untuk menyibukkan diri dengan hal hal yang produktif.

Dalam hidup, orang orang akan menghalangi jalanmu. Mereka tidak bisa mencegah kamu melakukan yang baik, dan tidak bisa mencegah kamu menoleransi (put up) mereka juga… karena marah adalah juga kelemahan, sama seperti menjadi patah arang dan menyerah berjuang. Keduanya adalah desertir: mereka yang menghindar dan mereka yang memutuskan hubungan dari sesama manusia” - Marcus Aurelius (meditation)

Segala hal yang benar otomatis adalah bagian dari alam, dan sebaliknya kebohongan adalah sesuatu yang tidak benar/ tidak ada, dan artinya bukan bagian dari alam. oleh karena itu, jika hidup harus selaras dengan alam, konsekuensinya tidak ada ruang untuk berbohon. Karena dalam stoisisme kebahagiaan sejati hanya bisa datang dari keselarasan dengan alam, maka berbohong akan menghalangi meraih kebahagiaan itu. Dengan kata lain, si pembohong sudah membuat dirinya sendiri menderita dengan bohonnya, karena dia sudah tidak selaras dengan alam.

Pertemanan palsu adalah yang terburuk. Hindari sebisa mungkin. Jika kamu jujur dan terus terang dan bermaksud baik, itu akan tampak di matamu. Tidak mungkin disalahartikan. - Marcus Aurelius (meditations)

Murka bukanlah sifat yang terpuji, kesantunan dan kebaikanlah yang menentukan kemanusiaan seseorang. Sesungguhnya, orang lembutlah yang memiliki kekuatan dan keberanian, bukan si pemarah dan tukan keluh. sebaliknya, kemarahan pada orang lain adalah sebuah hambatan bagi tugas kita.

Seneca mengingatkan kita akan pentingnya “manajemen waktu” yang lebih penting dari “managemen uang”. Mengatur waktu di sini termasuk juga memperhatikan waktu yang kita curahkan kepada orang lain. Jika kita tidak suka uang dan harta kita dicuri/diambil orang lain. tidakkah kita harus lebih ketat lagi menjaga waktu kita? Apakah kita akan menjalani detik detik akhir kehidupan kita menyesali mengapa kita menghabiskan banyak waktu untuk orang orang yang tidak layak menerimanya? karena uang dan harta benda selalu bisa dicari, tetapi waktu adalah harta yang tanpa ampun terus menghilang dari kehidupan kita, terus mendekatkan kita kepada kematian.

Menghadapi kesusahan dan musibah

Filosofi teras mengajarkan kita untuk menginterpretasi peristiwa negatif sebagai ujian, kesempatan untuk menjadi lebih baik.

Constant misfortune brings this one blessing: Those whom it always assails, it eventually fortifies.

3P menurut Martin Seligman bisa menghambat kita untuk pulih dari musibah :

  • Personalization. Menjadikan musibah sebagai kesalah pribadi.
  • Pervasiveness. Menganggap musibah di satu aspek hidup sebagai musibah di seluruh aspek hidup.
  • Permanence. Keyakinan bahwa akibat dari sebuah musibah/ kesulitan akan dirasakan terus menerus.

Konsep 3P tersebut membantu kita mengidentifikasi pola pikir apa yang harus dihindari di saat kita tertimpa kesusahan atau musibah. Minimal dengan mengenali adanya pola 3p ini, kita bisa lebih cepat menyadari saat mulai terjebak dalam pola menyalahkan diri sendiri, atau membiarkan masalah merembet kemana-mana atau menganggap perasaan duka ini akan selamanya.

Why is it so hard when things go against you? If it is imposed by nature, accept gladly. If not, work out what your own nature requires, even if it brings you no glory. - Marcus Aurelius (meditations)
Dalam pertandangan suci banyak yang meraih kemenangan dengan cara membuat lawan mereka lelah. Dengan ketahanan yang keras kepala. Bayangkan seorang Stoa bagaikan atlet seperti itu, yang melalui latihan panjang dan tekun akhirnya memiliki kekuatan untuk bertahan menerima serangan sampai lawannya lelah sendiri - seneca (firmness)
Jadilah seperti tebing di pinggir laut yang terus dihunjam ombak, tetapi tetap tegar dan justru menjinakkan murka air di sekitarnya” - Marcus Aurelius (meditation)

Makanan ada hanya untuk sekadar mempertahankan hidup dan bukan sebagai sumber kenikmatan. “Bahwa tuhan menyediakan makanan dan minuman hanya untuk mempertahankan hidup dan bukan sumber kenikmatan, dapat dibuktikan dari ini: ketika makanan menjalankan fungsinya (dalam pencernaan dan penyerapan) ia tidak memberikan kenikmatan apa pun bagi manusia.

Marcus Aurelius menyebutkan bahwa “halangan adalah jalan”

Karena kita bisa menerima dan menyesuaikan diri. Pikiran kita bisa beradaptasi dan bisa mengubah halangan agar justru mendukung tujuan. Halangan terhadap tindakan kita justru memajukan tindakan kita. Apa yang menghalangi jalan kita menjadi jalan itu sendiri - Meditations

Mungkin saat ini sedang meraskaan kesulitan dalam hidup, atau sedang merasakan jalannya terhalang. Bisa jadi, apa yang dirasakan sebagai halangan justru adalah jalan yang baru. Untuk menemukan ini, kita harus kembali ke ikiran kita sendiri.

Menjadi orang tua

Memberi penjelasan tentunya lebih membutuhkan waktu dan tenaga bagi orang tua, tetapi memberi contoh yang lebih baik daripada sekadar membentak mereka. anak dibiasakan mengerti ada alasan di balik setiap permintaan, dan perlahan mulai belajar mencerna alasan dan pertimbangan di balik sesuatu. sebaliknya, anak juga dibiasakan untuk memiliki pertimbangan dan alasan yang baik sebelum meminta sesuatu.

Fixed mindset

Mengasumsikan bahwa karakter, kecerdasan dan kreativitas bersifat statis/tidak berubah. Karena, sukses menjadi “bukti” akan kualitas kualitas itu. Akibatnya, anak dan orang tua yang memiliki mentalitas ini akan berjuang mati matian meraih sukses dan menghindari kegagalan agar bisa mempertahankan persepsi saya/anak saya “pintar”. Kegagalan dianggap mengancam realitas bahwa sang anak adalah anak yang pintar.

Growth mindset

Mentalitas ini justru menyukai tantangan. Kegagalan tidak dilihat sebagai bukti “kebodohan” tetapi bebagai batu loncatan yang perlu untuk pertumbuhan mental dan kemampuan kita. Kecerdasan dan kreativitas dilihat sebagai sesuatu yang bisa dikembangkan dan bukan paket yang absolut.

Konsep fixed mindset versus growth mindset ini sangat kompatibel dengan dikotomi kendali. Stoisisme sudah mengajarkan bahwa kesuksesan sesungguhnya tidak berada di bawah kendali kita.

Ada beberapa hal yang bisa kita kendalikan untuk dikotomi kendal bagi orang tua yaitu nutrisi, dana pendidikan, dana kesehatan, pilihan sekolah, nilai nilai agama, pendidikan budaya dan etika, pendidikan filsafat.

Usahakanlah agar kamu meninggalkan anak anak yang terdidik dengan baik dan bukannya kaya (harta) karena mereka yang terdidik memiliki harapan yang lebih baik daripada kekayaan si bodoh - epictetus (discourses)

Interpersonal skill atau keahlian hubungan antarmanusia sering kali dianggap sebagai soft skill, keahlian yang tidak terlalu penting, kalah dengan keahlian matematika, fisika, bahasa inggris dll. Walaupun keahlian keahlian tersebut juga penting, semakin banyak orang setuju bahwa kemampuan berinteraksi sosial dan bekerja sama dengan orang lain adalah faktor yang tidak kalah penting dalam menunjang kesuksesan seseorang.

Kalah dan menang itu hanya sebuah fakta. Makna dari fakta itu sepenuhnya tambahan dari kita. Kita bisa mengajarkan anak kita bahwa kegagalan dan kemalangan adalah musibah/kebodohan, atau mengajarkan bahwa ini adalah fakta hidup biasa, dan yang penting apa yang bisa dipelajari untuk kedepannya.

Citizen of the world

Antara hal internal dan eksternal, benar bahwa stoisisme sangan menekankan pada pengembangan kualitas karakter di dalam diri. Namun di saat yang sama, karakter di dlaam diri ini harus mengikuti keutamaan seperti kebijaksanaan dalam memilih (wisdom), menahan diri (temperance), berani(courage) dan keadilan (justice).

Mempraktikan stoisisme artinya juga peduli pada masalah dunia dan umat manusia, dan sebisa mungkin berkontribusi dalam solusinya.

Tentang kematian

Dalam stoisisme, yang penting bukanlah umur yang panjang, tetapi seberapa berkualitas hidup yang kita miliki.

Marcus Aurelius berkata bahwa kita bisa meninggalkan dunia ini dengan ikhlas. Ini bisa terjadi jika kita telah menjalani hidup yang selaras dengan alam. Kehidupan yang terbebas dari emosi negatif, kehidupan yang terus dibangun di atas keutamaan (virtue). Hidup yang menggunakan nalar kita, dan tidak hanya menuruti emosi dan nafsu kita. Hidup yang seksama dalam interpretasi kejadian di sekitar kita. Hidup yang tidak berlebihan dan selalu siap menghadapi keadaan apa pun. Hidup yang membangun orang lain, minimal bersabar kepada mereka. Hidup yang penuh perikemanusiaan kepada sesama, tnapa membedakan dan mendiskriminasi orang lain atas dasar apa pun.

Apa sih kebahagiaan? Ia adalah sebuah kondisi mental, a state of mind, yang abstrak, tidak bisa didefinisikan, sampai saat kita merasakannya. Selain itu, definisi bahagia sendiri berbeda beda dari satu orang ke orang lain. Kebahagiaan adalah efek samping ketika seseorang memaknai hidupnya sendiri, dan meraih makna itu.

Filosofi berasal dari gabungan dua kata yunani : phylos (mencintai) dan sophie (kebijaksanaan). Filosofi secara literal bisa di artikan mencintai kebijaksanaan.  Tidaklah cukup untuk memahami dan membahas filsafat saja tetapi filsafat harus diterapkan dalam hidup nyata.

Filosofi teras mengenal 3 disiplin yang bisa menjadi intisari dari way of life stoisisme :

  • Discipline of desire. Disiplin keinginan. Kita semua harus bisa mengendalikan keinginan, ambisi, dan nafsu kita. Dan ini diawali dengan benar-benar mengerti dikotomi kendali.
  • Discipline of action. Disiplin tindakan / perilaku adalah bagaimana kita berhubungan dengan manusia lain. di sini kita harus mengingat prinsip lingkaran Hierocles, sifat dasar manusia ynag merupakan makhluk sosial dan bagaimana kita harus peduli kepada oranglain tanpa memandang perbedaan SARA.
  • Discipline of assent/judgement. Disiplin ini menyangkut kemampuan kita mengendalikan opini, interpretasi, value judgement. Jika kita melihat atau mengalami sebuah peristiwa atau perlakuan dari orang lain, apakah kita cepat terbawa interpretasi yang salah dan terus larut dalam emosi negatif, atau kita mampu memisahkan hal yang fakta dari opini/penilaian subjektif kita.

Subscribe to You Live What You Learn

Don’t miss out on the latest issues. Sign up now to get access to the library of members-only issues.
[email protected]
Subscribe